Categories
Uneg-uneg

Membangun kembali kebiasaan lama: membaca

IMG_3400

Salah satu resolusi saya di tahun 2015 ini cukup sederhana, tapi susah untuk dilakukan. Resolusi tersebut adalah membaca. Sewaktu kecil dulu, saya memiliki kebiasaan membaca. Salah satu bacaan favorit saya waktu itu adalah majalah Bobo. Kata bapak saya dulu, membaca itu bagus untuk masa depan. Saya yang waktu itu masih blah bloh hanya bisa mengiyakan. Awalnya saya hanya antusias menunggu bonus dari majalah yang terbit tiap kamis itu, bonus yang berupa mainan atau barang-barang DIY. Lama-lama saya tertarik juga dengan rubrik di majalah Bobo yang banyak banget dan sangat sesuai dengan anak-anak seusia saya saat itu.

Berawal dari Bobo, minat baca saya mulai tumbuh. Beruntung waktu itu hasrat saya untuk membaca bisa tersalurkan karena ada saja bahan untuk dibaca, mulai dari surat kabar, buku di perpustakaan sekolah hingga majalah intisari yang jaman itu ngehits banget. Walaupun saya tinggal di desa tapi waktu itu saya tahu tentang film Harry Potter, saya tahu tentang beberapa pemain bola yang terkenal dan saya juga tahu kisah saat Timor Timur mau lepas dari Indonesia. Sejak saat itu saya sadar kalau membaca memang membuka banyak wawasan

Akan tetapi semenjak masuk ke bangku SMP, minat baca saya mulai hilang. Mungkin saya naif mengatakan ini, tapi waktu itu beban untuk membaca materi pelajaran di sekolah membuat saya jadi malas untuk membaca yang lain. Minat baca saya terus menghilang sampai awal kuliah. Baru kemudian setelah tertarik dengan bidang pekerjaan yang saya sukai, saya mulai membaca lagi, tapi kebanyakan hanya berupa artikel di web.

Sampai akhirnya di penghujung tahun 2014 yang lalu, saya meniatkan untuk memulai lagi kebiasaan membaca buku yang sudah lama hilang. Beruntung karena sekarang di UK, jadi bisa beli beberapa buku bagus di Amazon atau beli di toko buku bekas dengan harga yang sangat murah. Tapi kemudian, dengan pertimbangan ergonomis, rasanya akan susah membawa banyak buku ke Indonesia saat pulang ke Indonesia nanti.

Saya pun mulai mempertimbangkan untuk membeli eReader. Awalnya sempat berpikir kenapa bukan tablet saja, tapi akhirnya saya mempertimbangkan, kalau misal tablet nanti terlalu banyak fungsionalitas, toh kebutuhan saya untuk membaca saja. Setelah membaca beberapa review tentang eReader, akhirnya pilihan saya mengerucut ke dua eReader, yaitu Nook Simpletouch Glowlight dan Amazon Kindle Touch. Berdasarkan review, Nook lebih bagus karena sudah punya glowlight yang bisa dipakai untuk membaca dalam gelap, harganya pun lebih murah. Tapi setelah saya mencari ke berbagai toko online dan bertanya ke beberapa toko di Birmingham, saya tidak berhasil menemukannya karena di semua toko sold out. Saya pun menjatuhkan pilihan ke Amazon Kindle Touch. Saya berhasil mendapatkan Kindle di Argos dengan harga £59, itupun satu-satunya stok yang tersisa. Wajar jika eReader di sini laris, masyarakatnya gemar membaca. Saat saya dijelaskan oleh shop assistant di Currys, dia malah bercerita tentang Kindle yang dia miliki.

Singkat cerita, saya sangat antusias dengan Kindle baru saya. Setelah sampai rumah, saya langsung beli beberapa buku di Amazon, khilaf istilahnya. Dengan adanya Kindle, saya berusaha membangun kembali kebiasaan saya untuk membaca. Pepatah mengatakan buku adalah jendela dunia, oleh karena itu saya ingin melihat lebih banyak lagi sisi dunia dengan banyak membaca buku.

10 replies on “Membangun kembali kebiasaan lama: membaca”

alasan saya memiliki tablet juga karena ingin membaca :mrgreen: … saya sudah berteman baik dengan e-book semenjak 10 tahun lalu. namun membaca via desktop dahulu sangat melelahkan 😆 … makanya saya bersyukur ipad laris … sehingga muncul lah tablet android yang murah … sementara itu untuk saya kindle hanya menjadi angan-angan hihihi …

Salam kak, perkenalkan saya dayat. Saat ini saya kuliah di Teknik Informatika Universitas Padjadjaran. Saya dapat postingan cerita kakak yang mengambil konsentrasi HCI di Birmingham. Saya juga tertarik pada bidang yang sama. Boleh kontak lewat email ga kak? Saya pengen tau gimana atmosfer pendidikan disana, budaya pendidikannya gimana? trus kalau pengen daftar gimana caranya? Seleksinya seperti apa? kalau berkenan kirim foto-foto juga dong kak 😀 Saya benar-benar termotivasi untuk kesana kak.

Terimakasih 🙂

Halo Dayat,

Kalau ingin bertukar pesan lewat email bisa kontak saya di mail@adhiwie.web.id. Iklim pendidikan di sini sangat mendukung dan menuntut kedisiplinan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas. To be honest, beban tugas yang diberikan jauh lebih banyak dibanding di Indonesia (coding, writing, etc). Budaya pendidikan di sini adalah keterbukaan. Your opinion would be much appreciated. Pendafataran di UoB bisa melalui laman webnya birmingham.ac.uk, cari jurusan HCI dan ikuti petunjuknya. Kalau untuk foto, saya biasa upload di instagram @adhiwie, walaupun campur sama foto gak penting. Hehe. Good luck buat studinya!

Halo Ika,

Salam kenal. Kira-kira pengalaman apa yang ingin dibaca tentang LPDP? Nanti saya nulis blog lagi.

Halo Sofyana,

Perbedaan pendidikan? Mungkin maksudnya sistem pendidikannya ya? Yang paling kerasa, di sini mahasiswa dituntut untuk bisa berpikir secara kritis dan berani menyampaikan pendapat. Dalam kuliah misalnya, dosen akan ngasih tau materi apa aja yang bakal disampaikan dan mahasiswa dikasih daftar bacaan (buku, jurnal, paper, dsb), trus ntar pas di kelas biasanya diskusi gitu. Orang sini lebih outspoken hehe. Kalo di Indonesia kadang mau nanya takut disalahin sama guru/dosennya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *